Press "Enter" to skip to content

Peran Perempuan dalam Membentuk Masa Depan Pariwisata yang Inklusif dan Berkelanjutan

Media Social Share

BALI, BISNISJAKARTA.ID – Konferensi Regional Pariwisata PBB ke-2 tentang Pemberdayaan Perempuan dalamPariwisata di Asia dan Pasifik diselenggarakan bersama oleh UN Tourism dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi KreatifIndonesia bekerja sama dengan Politeknik Pariwisata BICC The Westin Resort, Nusa Dua Bali, Indonesia mulai tanggal  2-4 Mei 2024 .

Ni Wayan Giri Adnyani, Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI melaporkan bahwa Konferensi ini dihadirioleh 42 peserta internasional dari Asia dan Pasifik dan 170 peserta dosmetik. Dengan antusiasnya peserta yang hadirmenandakan bahwa isu perempuan dalam dunia pariwisatasangat penting dan menjadi perhatian publik. Dalam konferensijuga akan ada beberapa sesi diskusi dimana peserta dari berbagainegara dapat berbagi pengalaman  tentang pencapaian dan implementasi pemberdayaan perempuan dan apa saja hambatanyang mereka hadapi. Giri juga menambahkan konferensi inidiharapkan dapat memberikan dampak yang siginifikan bagiindustri pariwisata untuk mendukung posisi strategis perempuandalam industri.

Sebanyak 53% dari angkatan kerja pariwisata di Asia & Pasifikterkonsentrasi pada perempuan, namun mereka terkonsentrasipada pekerjaan dengan keterampilan renah, upah rendah, dan informal, sehingga membuat mereka memiliki akses terbatasterhadap perlindungan sosial dan rentan selama masa krisis.Ketika industri pariwisata global mengalami pemulihan yang cepat dan meluas dari pandemi COVID-19, terdapat kebutuhanmendesak untuk mengatasi ketidaksetaraan gender di sektor inidan memfasilitasi lebih banyak peluang untuk pemberdayaanperempuan.

Dalam salah satu panel diskusi tentang Keselamatan dan aksesibilitas peluang wisatawan perempuan  (female traveller), Dr Elaine Yang, senior Lecturer Department of Tourism Sport and Hotel management di Griffith University Australia menjelaskan peningkatan wisatawan perempuan yang melakukan perjalanan wisata sehingga perlu dipertimbangkankeselamatan dan akses wisata  yang memadai bagi mereka. Hasil penelitian menunjukka bahwa hambatan perempuan untukmelakukan perjalanan wisata 70 persen disebabkan oleh masalahkeselamatan termasuk pelecehan seksual, kekerasan gender dan resiko lainnya. Tetapi yang menarik adalah terjadinyapeningkatan perempuan yang melakukan perjalanan wisatasendirian atau dikenal dengan istilah Solo Female Traveller.Ditambahkan Elaine, saat ini masih terdapat hambatan kulturalkhususnya di Asia yakni persepsi negatif ketika perempuan asiamelakukan perjalanan wisata sendirian. Bias gender tentunyaperlu diatasi dengan edukasi dan sosialisasi yang intensifsehingga isu gender bisa teratasi dalam industri pariwisata.

Turut hadir dalam konferensi tersebut, Dr. Rahtika Diana, founder Beyond Borders Indonesia, yang menyorot isu Solo Female Traveller. Menurutnya, peluang pasar bagi perempuanyang ingin melakukan perjalanan wisata sangat potensial. Berdasarkan hasil penelitian, perempuan yang melakukanperjalanan wisata cenderung meningkatnya di Asia Tenggara khususnya di Indonesia. Dan untuk itu perlu dipersiapkandestinasi yang sesuai dengan karakateristik wisatawanperempuan. Perlu dilakukan riset untuk memahami perilakuwisatawan perempuan sehingga kedepannya kita bisamengembangkan destinasi wisata ramah perempuan (female friendly destination). Kita tidak hanya memikirkan dari sisidemand tapi juga sisi supply-nya. (son)

Mission News Theme by Compete Themes.